Bukan hal yang tabu, ketika kita membicarakan hak pribadi yang begitu penting, namun telah terlupakan oleh orang lain. Salah satunya yaitu mendapatkan keprofesionalitasan dari para pustakawan kita. Bukan berarti perpustakaan kesayangan kita tidak terjaga dengan baik lantas kita terabaikan, melainkan bagaimana sikap profesionalisme ditunjukan oleh mereka kepada kita selaku konsumen pustaka.
Tentunya akan banyak sekali kegunaan dari perpustakaan dalam kehidupan kita selaku mahasiswa. Bahkan tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini tidak sedikit mahasiswa yang membutuhkan serta menikmati fasilitas dari perpus. Buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian dan berbagai koleksi referensi digunkan untuk keperluan perkuliahan, praktikum, dan proses pembelajaran lainnya di kampus FTP. Namun bagi sebagian orang, sikap profesionalisme dari pustakawan dirasa kurang ditonjolkan dalam perpus. Ataukah system dari perpustakaan ini yang salah?
Mahasiswa dan dosen FTP-UGM seyogyanya secara otomatis menjadi anggota perpustakaan. Walau mahasiswa diwajibkan mempunyai kartu anggota untuk keperluan menggunakan fasilitas perpustakaan, kartu anggota seharusnya tidak dipungut biaya administrasi lagi karena dapat diperoleh dengan menyerahkan foto kopi kartu mahasiswa atau bukti pembayaran SPP pada semester yang berlaku dan dua lembar pasfoto (3 x 4 cm). Selain itu pelayanan yang diberikan setiap hari kerja, Senin - Kamis mulai pukul 7:00 - 16:00 dan hari Jumat : 07:00 - 15:00, belum diupayakan secara maksimal. Buktinya perpustakaan dibuka setelah 30 menit dan ditutup sebelum 30 menit dari waktu seharusnya. Padahal bagi sebagian mahasiswa yang sedang praktikum, tentunya hal ini sangat tidak menyenangkan. Karena seharusnya merekapun bisa menikmati fasilitas perpus pada waktu sore hari setelah praktikum. Bahkan khusus untuk hari Sabtu, perpustakaan yang seharusnya dibuka mulai pukul 07:00 - 14:00, malahan tidak buka. Perpustakaan menggunakan sistem pinjam terbuka/open acces untuk melayani kebutuhan mahasiswa dan peminjam lainnya. Sistem ini memberikan keleluasaan kepada pemakai untuk mengambil dan mengembalikan koleksi sendiri. Namun yang terjadi, ada beberapa buku (seperti buku, Introduction to Food Engineering karya R. Paul Singh) bahkan untuk difotokopi keluar saja tidak diperbolehkan, apalagi dipinjamkan. Dalam pelayanan ineternetisasi perpus, cukup dikenakan biaya 1000 rupiah per jam. Padahal untuk memberikan pelayanan yang lebih baik di perpustakaan sebaiknya disediakan pelayanan internet gratis. Tidak hanya itu, perpus FTP juga tidak menerima fotokopi padahal jelas-jelas sudah disediakan mesinnya.
Sungguh ironis ketika perpus kesayangan kita ini bercita-cita menyongsong kepada digital library / perpustakaan maya. Padahal, hal yang demikian tidak bisa hanya merealisasikan penyerahan skripsi dan tesis dalam bentuk CD. Namun lebih kepada sikap dan sifat professional yang diberikan oleh semua pustakawan (mahasiswa, dosen dan pengampu perpus). Sehingga Perpustakaan FTP UGM bisa eksis dan lebih baik dari sekarang.
{septa}
0 komentar:
Posting Komentar