Buku adalah jendela dunia. Diawali dengan sebuah slogan yang tentu sudah familiar ditelinga kita. Slogan tersebut menunjukkan bahwa buku mempunyai kontribusi besar dalam perkembangan pola pikir masyarakat Indonesia. Melalui buku, kita dapat memperoleh beragam informasi mulai dari pengetahuan budaya, sejarah, sosial, politik, olahraga bahkan sampai hal yang tabu sekalipun. Akan tetapi, sungguh ironis jika keberadaan buku sebagai sumber informasi tidak diimbangi dengan minat baca yang tinggi pada masyarakat. Akibatnya, seringkali kita menjumpai buku hanya digunakan sebagai hiasan kamar, tertata rapi namun terbengkelai tak terbaca. Hal ini diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 yang menyebutkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).
Fenomena menarik lain yang menggambarkan rendahnya minat baca masyarakat ditunjukkan oleh even pameran buku yang selalu kalah ramai dari pameran komputer atau pameran lainnya. Fakta ini menunjukkan respon masyarakat terhadap buku tidak sebesar respon terhadap peralatan elektronik. Sungguh ironis, pada kasus lain sebagian besar masyarakat lebih memilih menggunakan uangnya untuk membeli pulsa daripada untuk membeli buku. Apakah kita termasuk yang demikian?
Memang, tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi mempengaruhi minat baca masyarakat terhadap buku. Disatu sisi, perkembangan teknologi membawa dampak positif karena kita dapat memperoleh informasi dengan cepat. Misalkan melalui televisi, radio, internet dan lain sebagainya. Akan tetapi, disisi lain kondisi ini membuat buku menjadi tak menarik lagi dijadikan sebagai sumber informasi.
Kini, aktivitas membaca seolah menjadi aktivitas yang membosankan dan melelahkan. masyarakat lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menonton televisi daripada membaca. Masih menggunakan data BPS 2003 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berumur 15 tahun yang membaca koran hanya 55,11 persen, membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44.28 %, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Perkembangan minat baca setiap tahunnya sangat lambat bahkan cenderung stagnan. Kondisi ini bertolak belakang dengan peningkatan respon masyarakat kepada media televise, yakni mencapai 211%.
Perpustakaan dan minat baca
Pendidikan mempunyai peran penting dalam menumbuhkan minat baca masyarakat. Kita semua sepakat bahwa masyarakat berhak mendapatkan pendidikan murah dan bekualitas. Melalui pendidikan, diharapkan dapat menurunkan tingginya angka buta huruf masyarakat di Indonesia yang selama ini menghambat peningkatan minat baca masyarakat.
Selama ini perpustakaan menjadi salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Akan tetapi, muncul pertanyaan dalam benak, bagaimanakah kualitas perpustakaan yang ada di Indonesia saat ini? Sudahkah perpustakaan berperan optimal dalam menumbuhkan minat baca masyarakat? Dalam sebuah harian Koran nasional, data Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengungkapkan bahwa hanya 1% dari 260.000 sekolah dasar negeri yang memiliki perpustakaan (Kompas, 25/7/02). Data ini ingin menunjukkan pada kita bahwa sarana perpustakaan masih sangat minim di Indonesia terutama pada pendidikan tingkat dasar.
Pembenahan terhadap perpustakaan dan minat baca harus berjalan beriringan. Pembenahan sarana – prasarana terkesan sia – sia bila minat baca masyarakat rendah. Sebaliknya minat baca sulit ditumbuhkambangkan apabila sarana dan prasarana yang ada tidak memadai. Sarana – prasarana yang memadai, selama ini dinilai cukup mampu untuk memberikan stimulus upaya peningkatan minat baca masyarakat.
Terlepas dari ketersediaan perpustakaan disekitar kita, ternyata ketersediaan perpustakaan disekitar kitapun tidak langsung dapat menyelesaikan persoalan. Ketika perpustakaan telah ada, akan tetapi minat baca masyarakat rendah, alhasil perpustakaan tetap sepi pengunjung. Sepinya pengunjung perpustakaan dapat disebabkan berbagai faktor, Pertama karena memang minat baca masyarakat benar - benar rendah sehingga enggan mengunjungi perpustakaan. Kedua berasal dari internal perpustakaan itu sendiri, misalnya koleksi buku tidak lengkap, tempat kurang nyaman dan tidak strategis, dan lain sebagainya.
Apapun alasan kita dan bagaimana kondisi kita sekarang, kita harus sadar bahwa bangsa Indonesia dibangun oleh para cendekiawan – cendekiawan cerdas yang belajar dari buku dan dunia. Pendeknya, buku, perpustakaan, hanyalah sabuah sarana bagi kita untuk mengembangkan wawasan kita. Akan tetapi, sarana tidak bernilai apa- apa jika tidak dimulai dengan menumbuhkembangkan minat baca dalam diri kita. Ayo membaca!!!
RASIMIN (BONI)
*) Eks Kadept Advokasi BEM FTP 2007,
Sekjend BEM FTP 2008,
Mahasiswa TIP angkatan 2005
0 komentar:
Posting Komentar