Dalam setiap perbuatan manusia terkandung makna dan tujuan sang pelaku. Ada yang berusaha memberikan kebaikan untuk dirinya dan lingkungannya, ada yang mengeruk keuntungan tak berperasaan, dan mungkin ada juga tak ubahnya untuk iseng belaka. Semua pasti dapat kita temui, baik sadar maupun tak disadari, sengaja atau tidak, itulah fitrah manusia.
Salah satu sifat serta sikap yang mungkin ada pada setiap perbuatan kita adalah pengabdian. Manusia yang memiliki sifat mengabdi secara harfiah ia akan menghambakan dirinya untuk sesuatu, sehingga lambat laun akan timbul rasa tanggung jawab bahkan perasaan memiliki. Perwujudan dari sifat tersebut akan ditunjukkan dengan melayani semaksimal mungkin agar sesuatu yang ia abdi, yang ia cintai, dapat terjaga dan terawat dengan baik. Maka tak bisa dipungkiri bahwa pengabdian dapat menjadi salah satu warna pada setiap langkah manusia.
Kesan mengabdi bukanlah semata-mata hubungan orang yang melakukannya adalah hubungan budak dan tuannya, namun lebih kepada hubungan antar-manusia. Les Giblin (2007), dalam bukunya (The Art of Dealing With People) menyatakan bahwa hubungan antar-manusia yang dimaksud adalah membina agar ego kita dan ego mereka tetap utuh. Dan apabila kita gagal membina hubungan baik dengan orang lain niscaya hanya kegagalan-lah yang akan kita temui dalam hidup. Demikian jika kita tak pernah punya rasa untuk mengabdi, niscaya kita tak akan punya arti untuk hidup.
Di lingkup kemahasiswaan, terdapat banyak sisi yang dapat kita tinjau. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) merupakan salah satu wadah yang dapat dipilih oleh mahasiswa untuk mengabdi, dalam artian setiap anggota lembaga tersebut dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi civitas akademika kampus dimana ia berada. Bukan rahasia umum bahwa lembaga semacam BEM adalah organisasi yang bersifat nirlaba, hal inilah yang membuat siapa saja yang berada dalam sistem mampu menunjukkan seberapa besar pengabdian yang ia lakukan. Menjadi anggota BEM bukan berarti hanya sekedar menjadi seorang pelayan atau budak, yang notabene hanya disuruh-suruh saja, melainkan kita bisa berkontribusi secara nyata untuk membina hubungan antar-manusia yang baik sekaligus dapat membangun kampus yang kita cintai. Dengan kata lain, ini merupakan tahap awal, dimana kita memulai untuk menghindari kegagalan hidup.
Nilai keikhlasan dalam menjalani pengabdian sangat dibutuhkan. Bukan berarti tanpa pamrih, pengabdian mau tak mau akan jalan jika pamrih memotivasi kita, karena itulah sifat dasar manusia. Sehingga menurut Mario Teguh (dalam acara Golden Ways), pamrih yang kita harapkan tentu kecintaan serta kasih sayang Tuhan kepada kita, dan itu adalah pamrih tertinggi yang tidak ada bandingannya. Akibatnya nilai keikhlasan yang hakiki pun akan terbentuk dengan sendirinya.
Satu yang harus digarisbawahi adalah pengabdian bukanlah sifat mutlak yang harus dimiliki, namun dengan mengabdi (pada sesuatu yang kita yakini baik) setidaknya kita melangkah naik satu fase menuju perbaikan diri. Banyak manfaat yang bisa kita ambil, dan membuat hidup lebih berarti jauh lebih penting.
0 komentar:
Posting Komentar