Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

REFORMASI BIROKRASI, PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE, DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT MADANI

Oleh :

Prof Dr Mustopadidjaja AR.

Disampaikan Pada Silaknas ICMI 2001, Bertema”Mobilitas Sumber Daya Untuk Pemberdayaan Masyarakat Madani Dan Percepatan Perwujudan Good Governance"

Sementara itu, untuk mengaktualisasikan potensi masyarakat, dan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi bangsa, perlu dijamin perkembangnya kreativitas dan oto-aktivitas masyarakat bangsa yang terarah pada pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta ketahanan dan daya saing perekonomian bangsa. Dalam rangka itu, sistem penyelenggaraan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan antara lain prinsip-prinsip berikut.

Pertama, pemberdayaan. Dalam pada itu, aparatur pemerintah dalam mengemban tugas pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri. Sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, jangan dilakukan oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered).

Kedua, pelayanan.

Hal tersebut memerlukan perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui pembudayaan kode etik ("code of ethical conducts") yang didasarkan pada dukungan lingkungan ("enabling strategy") yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah-daerah.

Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, serta bersikap terbuka untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, serta dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara.

Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain (1) memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga (2) memerlukan langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka, serta (3) memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperanserta dalam proses penyusu-nan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasil-kan public good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat ("empowering rather than serving"), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi ditingkatkan.

Konsep pemberdayaan ("empowerment") juga selalu dikaitkan dengan pendekat­an partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat penting­nya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa fokus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan ("capacity building"). Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usaha-usaha negara.

Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern di mana masyarakat dan dunia usaha menjadi pelaku utamanya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan akses informasi.

Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling meng-untungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan ke arah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijakan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sektor modern dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya.

Keenam, desentralisasi. Dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, otonomi dilaksanakan dengan pelimpahan kewenangan yang luas kepada daerah Kabupaten/Kota Madya, dan Daerah Provinsi berperan lebih banyak dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi, termasuk urusan lintas Kabupaten/Kodya yang memerlukan penyelesaian secara terkoordinasi. Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah yang baru tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan. Ini adalah langkah yang tepat, sebab perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, dan tangung jawab yang ada di daerah.

Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat, diserahkan kepada pemerintah daerah. Langkah-langkah serupa perlu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha, khususnya perusahaan-perusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Dengan kata lain desentralisasi perlu juga dilakukan oleh organisasi-organisasi bisnis.

Ketujuh, konsistensi kebijaksanaan, dan kepastian hukum.

3. Catatan Akhir

Sebagai catatan akhir, kepada generasi muda saya ingin berpesan, sejarah perjuangan bangsa kita telah banyak memberikan pelajaran yang bermakna yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dalam pengembangan “sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa”. Dalam hubungan itu, saya ingin menyampaikan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, hayati dan amalkan etos bangsa bernegara yang tersurat dan tersirat pada lambang negara yang berbunyi “Bhineka Tunggal Ika”, putra putri bangsa Indonesia senantisa menghargai perbedaan dan kemajemukan, serta menjunjung tinggi semangat persatuan dan kesatuan, Bangsa Indonesia.

Kedua, senantiasa siap berkorban untuk mempertahankan Wilayah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berjuang maksimal untuk memberikan kontribusi terbaik dalam perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita bernegara di seluruh bumi pertiwi.

Ketiga, Pancasila dan UUD 1945 merupakan dasar palsafah hidup bangsa bernegara, dan konstitusi negara, yang perlu dipertahankan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; perubahan-perubahan yang diperlukan dalam batang tubuh UUD diselenggarakan secara demokratis dan konstitusional, sesuai Pasal 37 UUD 1945.

Keempat, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menghikmati dan menjadi dasar keridlaan Tuhan atas sila-sila lainnya dari Pancasila, sebab itu pengembangannya harus didasarkan pada ajaran Tuhan yang otentik, dengan keariefan dalam pengama-lannya yang menghargai perbedaan dan keragaman, sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kelima, lakukan segala sesuatu dengan niat dan sebagai wujud ibadah dengan memadukan imtaq dan iptek sebagai kesatuan paradigma dalam melangsungkan ibadah bagi kemajuan masyarakat, bangsa, negara, dan ummat manusia secara keseluruhan, sehingga berani mengatakan “yang salah adalah salah, yang benar adalah benar”, dan memiliki kemampuan “untuk memperbaiki yang salah dan menegakkan yang benar” dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, sebagai bentuk peranserta aktif dalam upaya bersama mewujudkan cita-cita bangsa bernegara.

ANGGOTA DPR TAK BERGAJI: SOLUSI ATAU MIMPI

"Anggota DPR bertanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, mempergunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.” Inilah sepenggal isi kode etik anggota dewan, untaian kata-kata yang terdengar indah di telinga, namun sayang tampaknya tak bermakna di hati para pejabatnya.

Bagaimana tidak, secara estafet citra DPR diperburuk oleh tindak-tanduk anggotanya sendiri yang kian banyak tersangkut kasus pidana. Belum selesai persidangan kasus suap yang menimpa anggota DPR terkait pengalihan fungsi hutan lindung Bintan, kini praktik suap kembali terjadi, kali ini pada proyek pengadaan kapal patroli Departemen Perhubungan dan yang terbaru kasus Tanjung Api-Api, kembali melibatkan anggota dewan lainnya.

Masyarakat kecil yang kian menderita tentu tak habis pikir, anggota dewan yang notabene sudah bergelimang harta, duduk di mobil mewah dengan seabreg fasilitas canggih masih tega menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri dan kesenangan pribadi semata. Sumpah anggota DPR ketika dilantik yang menyatakan akan memperjuangkan aspirasi rakyat mungkin lebih cocok dikatakan bahwa memperjuangkan kepentingan pribadi atau golongan adalah hal yang utama baginya.

Selain itu, gaji tinggi, tunjangan besar dan berbagai fasilitas yang diberikan kepada anggota dewan seolah tak berdaya membendung kasus suap-menyuap dan korupsi anggota DPR.

Ironisnya, sempat terlontar alasan gaji masih rendah, lagi-lagi menjadi alasan pembenaran munculnya kasus suap-menyuap dan korupsi para pejabat yang mulia ini. Padahal tak kurang dari 37-an juta perbulan dipastikan masuk ke kantong setiap anggota DPR yang telah mendapat kenaikan pendapatan sejak 2006 lalu.

Agaknya, kalimat pembuka laporan tahunan KPK 2007 yang mengatakan bahwa korupsi terjadi tidak hanya karena pejabat bermental bobrok tetapi juga karena sistem yang jelek tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Dari kalimat tersebut dikemukakan dua alasan munculnya tindak pidana korupsi yaitu mental yang bobrok dan sistem yang jelek.

Seberapa besarpun pendapatan anggota dewan, jumlah tersebut akan terus dirasa kurang selama anggota dewan hanya menganggap kekuasaan dan jabatannya sebagai sarana mendulang kekayaan semata. Mental yang bobrok telah membuat anggota DPR lupa atau ‘sengaja melupa’ akan sumpah dan tanggungjawab yang diembannya. Sistem perekrutan anggota DPR yang ada harus diubah karena tidak mampu lagi menghadirkan tokoh yang bermental baik, menegakkan kebenaran dan keadilan serta mengemban amanat penderitaan rakyat. Selain itu, segala sistem yang membuka celah terjadinya suap-menyuap dan korupsi harus diperbaiki secepatnya.

Jabatan sebagai anggota dewan merupakan jabatan yang sangat menggiurkan karena selain pendapatan yang tinggi, anggota dewan juga disuguhi beragam fasilitas. Saya pikir, salah satu persyaratan pada saat perekrutan untuk mendapatkan sosok anggota dewan yang dapat dipercaya, amanah, dan sungguh-sungguh mengabdi untuk rakyat adalah anggota dewan bersedia untuk tidak digaji selama menjabat.

Paling tidak, dengan persyaratan ini, tokoh yang mendaftar anggota dewan adalah sosok yang sama sekali tidak tergiur penyalahgunaan kekuasaan dan bukan pengumpul kekayaan. Dia bekerja dengan penuh keihklasan tanpa pamrih sedikitpun. Semua yang dilakukannya semata–mata sebagai wujud pengabdiannya untuk kemajuan bangsa negara dan sepenuhnya dipersembahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tugas mulia harus diemban orang yang mulia juga.

Jangan harap DPR akan mendapat apresiasi dari masyarakat selama para pejabatnya belum bersih dari tindak pidana suap-menyuap dan korupsi. Masyarakat sudah jenuh dengan permainan politik para pemimpin negeri ini. Kepetingan rakyat lebih sering kalah dari kepentingan pribadi dan golongan. Kesejahteraan rakyat seolah hanya menjadi komoditas politik yang digunakan untuk menjatuhkan golongan tertentu atau menjadi isu pencitraan golongan tertentu pula.

RASIMIN

Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

"RAMADHAN DI BULAN SEPTEMBER"

Bila dikabarkan tentang Ramadhan datang lagi?pasti seluruh muslim akan merasa gembira dan berusaha menyambutnya dengan penuh kerinduan yang mendalam. Memang, bulan Ramadhan merupakan bulan yang special dan istimewa serta dinantikan oleh seluruh muslim di dunia. Ramadhan kali ini jatuh pada tahun 1429H atau pada kalender masehi tahun ini jatuh pada bulan September 2008.

Ketika ditanya mengenai kenapa sebegitu specialnya bulan Ramadhan ini, jawabanya terkait dengan keutamaan-keutamaan yang ada dalam bulan ini yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain. Salah satu keutamaan bulan Ramadhan adalah diwajibkannya berpuasa satu bulan penuh sesuai dengan firman Allah Ta’ala "Hai sekalian orang yang beriman! Diwajibkanlah puasa atas engkau semua sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang yang sebelum engkau semua itu," sampai kepada firmanNya: "Bulan ramadhan yang di dalamnya itu diturunkan al-Quran, sebagai :petunjuk untuk semua manusia dan merupakan keterangan keterangan dari petunjuk dan yang memperbedakan antara kebenaran dan kesesatan. Maka barangsiapa di antara engkau semua ada yang menyaksikan bulan Ramadhan,hendaklah berpuasa dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka berpuasalah menurut hitungan yang tidak dipuasainya itu pada hari-hari yang lain," sampai akhirnya ayat. (al-Baqarah: 183). Yang pasti, pada bulan ini, diwajibkan untuk berpuasa bagi seluruh muslim. Puasa itu sendiri merupakan ibadah yang istemewa pula. Dalam beberapa hadis disebutkan beberapa hal mengenai puasa ini antara lain Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ber-sabda: "Allah 'Azzawajalla berfirman - dalam Hadis qudsi: "Semua amal perbuatan anak Adam - yakni manusia - itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan saya akan memberikan balasan dengannya. Puasa adalah sebagai perisai - dari kemaksiatan serta dari neraka. Maka dari itu, apabila pada hari seseorang di antara engkau semua itu berpuasa, janganlah ia bercakap-cakap yang kotor dan jangan pula bertengkar. Apabila ia dimaki-maki oleh seseorang atau dilawan bermusuhan, maka hendaklah ia berkata: "Sesungguhnya saya adalah berpuasa." Demi Zat yang jiwa Muhammad ada di dalam genggaman ke-kuasaanNya, niscayalah bau bacin dari mulut seseorang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. Seseorang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan dan ia dapat merasakan kesenangannya, yaitu apabila ia berbuka, iapun bergembiralah dan apabila telah bertemu dengan Tuhannya, iapun gembira dengan adanya amalan puasanya." (Muttafaq 'alaih) Dan ini adalah lafaz riwayat Imam Bukhari. Dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan: Allah berfirman dalam Hadis qudsi: "Orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena taat pada perintahKu - Allah. Puasa adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya, sedang sesuatu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat gandanya." Dari Sahl bin Sa'ad r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya di dalam syurga itu ada sebuah pintu yang disebut pintu Rayyan - artinya: Puas dan kenyang minum. Dari pintu ini masuklah semua orang yang berpuasa besok pada hari kiamat. Tidak ada seorang yang selain orang-orang yang berpuasa itu yang dapat masuk dari pintu itu. Dikatakanlah: "Manakah orang-orang yang berpuasa." Mereka itu lalu berdiri, lalu tidak seorangpun yang dapat masuk dari pintu Rayyan tadi selain orang-orang yang berpuasa. Jikalau mereka telah masuk seluruhnya, lalu pintu itupun ditutuplah, jadi tidak seorangpun lagi yang dapat memasukinya." (Muttafaq 'alaih) Nah tidak diragukan lagi bukan tentang istemewanya puasa ini.

Selain adanya kewajiban berpuasa tadi, adapula keistimewaan lain bulan Ramadhan ini. Kitab suci Al Qur’an yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam diturunkan pada bulan Ramadhan ini yang menjadikan bulan ini semakin istimewa. Kita sebagai umat Islam sudah mempunyai arah dan pedoman hidup yang jelas untuk mengarungi bahtera kehidupan sebelum kematian menjemput. Siapa saja yang mengamalkan Al Qur’an, maka dia akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Tahukah kalian bahwa pada bulan Ramadhan ini, kita dianjurkan melakukan amalan-amalan yang lebih banyak dibandingkan bulan yang lain?. Dalam sebuah hadis: Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila bulan Ramadhan telah datang, maka dibukalah pintu-pintu syurga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan diikatlah semua syaitan." (Muttafaq 'alaih). Hadis tersebut menggambarkan bahwa segala amalan yang dilakukan oleh kita sangat mudah diterima oleh Allah, dengan dibukanya pintu-pintu syurga. Selain itu, bulan Ramadhan mempunyai suasana yang sangat kondusif untuk melaksanakan ibadah dengan maksimal. Allah sungguh menyayangi kita dengan mengikat syaitan yang biasanya menggoda kita dalam beribadah kepada Allah sehingga dengan begitu kita bisa lebih mudah dalam mengamalkan ibadah. Pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya oleh Allah pada bulan Ramadhan ini, bukan pada saat hari syawal. Oleh karena itu, jangan disia-siakan dalam meningkatkan ibadah di bulan Ramadhan ini.

Namun, sangatlah disayangkan apabila bulan Ramadhan berakhir tindakan, sikap, prilaku, serta amalan kita kembali lagi seperti yang dulu (jarang beribadah, malas, dan sifat buruk yang lain). Bukankah bulan Ramadhan itu merupakan jembatan kita untuk memperbaiki diri?ataukah hanya formalitas saja, kala sudah berakhir maka dianggap angin lalu?. Bukan seperti itu, bulan Ramadhan merupakan bulan penuh ampunan dimana kita memohon ampun kepada Allah untuk berubah menjadi lebih baik, muslim sejati bukan hanya pada saat Ramadhan tiba. Persiapkanlah diri ini untuk menyambut Ramadhan...bekal apa saja yang udah kita persiapkan..

Lutfi Susanto

Ketua KMMTP FTP UGM

BUKU ATAU TELEVISI, JENDELA BAGI DUNIA?

Buku adalah jendela dunia. Diawali dengan sebuah slogan yang tentu sudah familiar ditelinga kita. Slogan tersebut menunjukkan bahwa buku mempunyai kontribusi besar dalam perkembangan pola pikir masyarakat Indonesia. Melalui buku, kita dapat memperoleh beragam informasi mulai dari pengetahuan budaya, sejarah, sosial, politik, olahraga bahkan sampai hal yang tabu sekalipun. Akan tetapi, sungguh ironis jika keberadaan buku sebagai sumber informasi tidak diimbangi dengan minat baca yang tinggi pada masyarakat. Akibatnya, seringkali kita menjumpai buku hanya digunakan sebagai hiasan kamar, tertata rapi namun terbengkelai tak terbaca. Hal ini diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 yang menyebutkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).

Fenomena menarik lain yang menggambarkan rendahnya minat baca masyarakat ditunjukkan oleh even pameran buku yang selalu kalah ramai dari pameran komputer atau pameran lainnya. Fakta ini menunjukkan respon masyarakat terhadap buku tidak sebesar respon terhadap peralatan elektronik. Sungguh ironis, pada kasus lain sebagian besar masyarakat lebih memilih menggunakan uangnya untuk membeli pulsa daripada untuk membeli buku. Apakah kita termasuk yang demikian?

Memang, tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi mempengaruhi minat baca masyarakat terhadap buku. Disatu sisi, perkembangan teknologi membawa dampak positif karena kita dapat memperoleh informasi dengan cepat. Misalkan melalui televisi, radio, internet dan lain sebagainya. Akan tetapi, disisi lain kondisi ini membuat buku menjadi tak menarik lagi dijadikan sebagai sumber informasi.

Kini, aktivitas membaca seolah menjadi aktivitas yang membosankan dan melelahkan. masyarakat lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menonton televisi daripada membaca. Masih menggunakan data BPS 2003 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berumur 15 tahun yang membaca koran hanya 55,11 persen, membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44.28 %, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Perkembangan minat baca setiap tahunnya sangat lambat bahkan cenderung stagnan. Kondisi ini bertolak belakang dengan peningkatan respon masyarakat kepada media televise, yakni mencapai 211%.

Perpustakaan dan minat baca

Pendidikan mempunyai peran penting dalam menumbuhkan minat baca masyarakat. Kita semua sepakat bahwa masyarakat berhak mendapatkan pendidikan murah dan bekualitas. Melalui pendidikan, diharapkan dapat menurunkan tingginya angka buta huruf masyarakat di Indonesia yang selama ini menghambat peningkatan minat baca masyarakat.

Selama ini perpustakaan menjadi salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Akan tetapi, muncul pertanyaan dalam benak, bagaimanakah kualitas perpustakaan yang ada di Indonesia saat ini? Sudahkah perpustakaan berperan optimal dalam menumbuhkan minat baca masyarakat? Dalam sebuah harian Koran nasional, data Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengungkapkan bahwa hanya 1% dari 260.000 sekolah dasar negeri yang memiliki perpustakaan (Kompas, 25/7/02). Data ini ingin menunjukkan pada kita bahwa sarana perpustakaan masih sangat minim di Indonesia terutama pada pendidikan tingkat dasar.

Pembenahan terhadap perpustakaan dan minat baca harus berjalan beriringan. Pembenahan sarana – prasarana terkesan sia – sia bila minat baca masyarakat rendah. Sebaliknya minat baca sulit ditumbuhkambangkan apabila sarana dan prasarana yang ada tidak memadai. Sarana – prasarana yang memadai, selama ini dinilai cukup mampu untuk memberikan stimulus upaya peningkatan minat baca masyarakat.

Terlepas dari ketersediaan perpustakaan disekitar kita, ternyata ketersediaan perpustakaan disekitar kitapun tidak langsung dapat menyelesaikan persoalan. Ketika perpustakaan telah ada, akan tetapi minat baca masyarakat rendah, alhasil perpustakaan tetap sepi pengunjung. Sepinya pengunjung perpustakaan dapat disebabkan berbagai faktor, Pertama karena memang minat baca masyarakat benar - benar rendah sehingga enggan mengunjungi perpustakaan. Kedua berasal dari internal perpustakaan itu sendiri, misalnya koleksi buku tidak lengkap, tempat kurang nyaman dan tidak strategis, dan lain sebagainya.

Apapun alasan kita dan bagaimana kondisi kita sekarang, kita harus sadar bahwa bangsa Indonesia dibangun oleh para cendekiawan – cendekiawan cerdas yang belajar dari buku dan dunia. Pendeknya, buku, perpustakaan, hanyalah sabuah sarana bagi kita untuk mengembangkan wawasan kita. Akan tetapi, sarana tidak bernilai apa- apa jika tidak dimulai dengan menumbuhkembangkan minat baca dalam diri kita. Ayo membaca!!!

RASIMIN (BONI)

*) Eks Kadept Advokasi BEM FTP 2007,

Sekjend BEM FTP 2008,

Mahasiswa TIP angkatan 2005