PERTANIAN TRADISIONAL INDONESIA

Metode pertanian tradisional efektif melindungi masyarakat dari dampak krisis global. Pertanian berbasis masyarakat dapat digunakan sebagai sarana melawan pertanian industri yang merusak lingkungan.

Dalam bentuknya yang “politis” tema “kearifan lokal” kita saksikan pada penolakan terhadap kebudayaan teknologis. Lingkungan hidup, misalnya, merupakan kawasan proteksi “kearifan lokal” melalui pengembalian cara-cara pertanian tradisional untuk menggantikan cara-cara pertanian modern. Artinya, pertanian bukan sekadar bagaimana meningkatkan hasil, tetapi juga menjaga kualitas lingkungan hidup. Keberlanjutan adalah premis pokoknya, bukan profit semata, dan itu sudah dipraktikan turun-temurun oleh masyarakat petani kita.

Masyarakat adat Dayak, misalnya, memiliki pengetahuan lokal tentang cara berladang yang menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang justru diabaikan oleh kalkulasi ekonomi modern. Masyarakat Banjar menemukan sistem pertanian sawah lestari dengan masukan rendah menghasilkan delapan ton padi per hektar. Semua itu membuktikan pengetahuan berbasis tradisi tidak berjalan di tempat.

Fenomena ini memberi kesan: sikap hidup back to nature menjadi sebuah trend. Tetapi cukupkah itu? Bagaimana jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung? Modernisasi pertanian selama kurang lebih tiga dasawarsa telah gagal mengangkat harga diri, martabat, dan kesejahteraan petani, mayoritas penduduk Indonesia. Kini sudah saatnya Pemerintah mengakui hak-hak petani, seperti kebebasan menjual beras atau menyimpan gabah untuk benih.

Sudah saatnya sekarang ditegaskan, bahwa petani diperbolehkan menanam padi jenis lokal. Sudah saatnya juga dipikirkan insentif maupun kredit bagi petani yang bertani organik, bukan hanya mempertahankan kredit usaha tani yang notabene lebih banyak untuk pembelian pupuk dan racun hama, yang sekarang selain mahal harganya, juga sering terjadi kelangkaan. Demikian juga, hendaknya petani diberi kebebasan menentukan pilihan dan membentuk organisasi petani yang diperlukan untuk memperjuangkan kepentingan petani.pertanian telah dirusak oleh sistem yang memaksa petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang telah ditentukan merknya. Kerugian petani yang diakibatkan kerusakan tanah semakin diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang akhirnya memangkas kemerdekaan petani, misalnya dengan keharusan penggunaan bibit padi.

Pertanian pedesaan saat ini masih menghadapi tiga masalah besar, yaitu lemahnya modal sosial, kemiskinan dan kerusakan sumberdaya pertanian yang semakin membesar. Visi Pembangunan Pertanian 2025 yang sesuai adalah pertanian pedesaan yang berdaya saing tinggi, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan pertanian yang penting adalah kebijakan pemberdayaan sosio-budaya pedesaan. Oleh karena itu, pembangunan pertanian 2025 membutuhkan kerangka kebijakan sosio-budaya yang komprehensif.

Ada lima elemen sosio-budaya utama yang harus dikembangkan, yaitu kompetensi SDM, kepemimpinan lokal, tata nilai, keorganisasian dan manajemen, usaha tingkat desa dan struktur sosial berbasis penguasaan sumberdaya agraria. Kerangka kebijakan sosio-budaya mengacu pada kombinasi antara tingkat masyarakat dan jangka waktu di satu sisi, dan elemen sosio-budaya yang ditransformasikan di sisi lain. Modal sosial seperti penegakan sistem hukum pedesaan dan desentralisasi pemerintahan hingga tingkat desa, harus dianggap sebagai kunci sukses pencapaian kesejahteraan masyarakat pertanian pedesaan yang berkelanjutan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mengkondisikan Visi Pertanian 2025 terwujud, yaitu perlunya mengubah orientasi pembangunan dari industrialisasi non-pertanian yang footloose dan bias kota, menjadi yang memihak pada industrialisasi pedesaan berbasis pertanian dan perbaikan sumberdaya agraria di pedesaan. Pentingnya reformasi keagrariaan, pengembangan kekuatan kontrol masyarakat madani (civil society), sinergi harmonis atau partnership antara pemerintah, pelaku usaha pertanian di pedesaan dan masyarakat lokal, serta tatanan politik yang memberi posisi layak kepada petani pedesaan.

Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) Nasional 2005-2025 yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan, ketahanan pangan, meningkatkan daya saing produk pertanian dan menjaga kelestarian sumberdaya pertanian, hendaknya didukung oleh industrialisasi pertanian seperti dimaksud.

Pertanyaannya yang relevan dengan topik ini adalah, bagaimana Sistem Pertanian Organik dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut sehingga dapat beriringan untuk mensukseskan program nasional tersebut, sekaligus mampu berperan dalam arena globalisasi pertanian melalui peningkatan daya saing. Oleh sebab itu, kita harus mulai berbenah diri, mengatur apa saja yang kita miliki dan membentenginya dengan perundangan yang rapi, termasuk apa yang seharusnya dihaki oleh petani.

3 komentar:

Koje mengatakan...

Mantap...! Thanks buat infonya :)
(http://ekos06.student.ipb.ac.id/)

Anonim mengatakan...

Thank's gan infonya !!!

www.bisnistiket.co.id

biolearning center mengatakan...

ini yang aku cari, makasih gan artikelnya.
sharing juga ni, dengar-dengar blog jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia adalah blog baru yang cukup bagus menyediakan referensi seputar pertanian, sesuai dengan namanya jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia memang tidak hanya membahas teori saja, namun infonya juga bersifat aplikatif, karena itulah kadang juga saya mengunjunginya DISINI>> jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar